PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL


PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL


Makalah yang ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Sejarah Peradaban Islam















AYUB NURHADI
FITRI AMALIYA
KHURIPAH
MAMLUKAH SUFIYAH
SUTANTO
5B







PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG

2016
A.    PENDAHULUAN
Agama Islam adalah agama yang mudah oleh karena itu tidak diragukan lagi apabila perkembangan Islam begitu cepat tidak terbatas hanya di Asia saja namun merata ke seluruh dunia. Di Asia dan Afrika, pertumbuhan dan kemajuan Islam begitu mudah tetapi di Eropa pertumbuhan Islam begitu pelan karena tidak mudah berdakwah kepada kaum sekulerisme.[1]
Sudah diterangkan dahulu bahwa Abbasiyah mempunyai kekuasaan secara penuh hanya pada periode 100 tahun pertama. Pada periode selanjutnya pemerintahan Abbasiyah sebagai pemerintahan pusat melemah. Dalam kondisi seperti itu Negara-negara Provinsi berusaha untuk melepaskan diri dan mendirikan kekuatan-kekuatan yang menyaingi Abbasiyah, sehingga kota Baghdad tidak lagi menjadi satu-satunya kota Internasional. Ibu kota Negara-negara Provinsi muncul menyaingi Baghdad. Daulah-daulah kecil berlomba untuk maju, terutama dalam bidang peradaban dan ilmu pengetahuan.[2]
Setelah berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Islam Spanyol di Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur,. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa.[3]



B.     PEMBAHASAN
1.      Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al–Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dai dinasti Bani Umayah.[4]
Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.[5]
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq  dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol.[6]
Kemenangan pertama yang diraih Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran denga maksud membantu perjuangan Thariq. Dengansatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu dan satu per satu kota yang dilewatinya dapat ditaklukannya. Setela Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Ghotic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.[7]
Kemenangan-kemenangan umat Islam Nampak begitu mudah. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.[8] Yang dimaksud factor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi social, politik, ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan.[9] Adapun yang dimaksud denga factor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuan dan para prajurid Islam yang terlibat dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri.[10]
2.      Perkembangan Islam di Spanyol
Penguasaan umat Islam terhadap Andalus (Spanyol) dapat dibagi menjadi beberapa peroide :
a.       Periode Pertama
Periode antara tahun 711 – 755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini Andalus secara politis belum stabil, masih terjadi perebutan kekuasaan antara elit penguasa, atau masih adanya ancaman musuh Islam dari penguasa setempat.[11]
b.      Periode Kedua
Periode antara tahun 755 – 1013 M pada waktu Andalus dikuasai oleh Daulah Umawiyah II. Periode ini dibagi menjadi dua:[12]
1)      Masa Keamiran tahun 755 – 912 M. Masa ini dimulai ketika Abd al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayah I yang berhasil menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan Bani Abbas di Damaskus, mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr. Ia kemudian memproklamirkan berdirinya daulah Umawiyah II di Andalus kelanjutan Umawiyah I di Damaskus.
2)      Masa Kekhalifahan tahun 912 – 1013 M, ketika Abd al-Rahman III, amir ke-8 Bani Umayah II, menggelari diri dengan Khalifah al-Nashir li Dinillah (912 – 961 M). kedudukannya dilanjutkan oleh Hakam II (961 – 976 M), kemudian oleh Hisyam II (976 – 1007 M). Pada masa ini umat Islam Andalus mengalami kemakmuran dan kemajuan di segala bidang.
c.       Periode Ketiga
Periode antara tahun 1031 – 1492 M, ketika umat Islam Andalus terpecah dan menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Periode ini dibagi menjadi tiga masa:[13]
1)      Masa kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya local tahun 1031 – 1086 M, jumlahnya sekitar 20 buah. Masa ini disebut Muluk Al-Thawaif (raja golongan). Mereka mendirikan kerajaan berdasarkan etnis Barbar, Slovia, atau Andalus yang bertikai satu dengan yang lain sehingga menimbulkan keberanian umat Kristen di Utara untuk menyerang. Ada juga yang mengundang bangsa Barbar dari Afrika Utara. Karena itu terjadi ketidakstabilan dalam politik. Namun dalam bidang peradaban mengalami kemajuan karena masing-masing ibu kota kerajaan local ingin menyaingi Cordova. Muncullah kota-kota besar Toledo, Sevilla, Malaga, dan Granada.
2)      Masa antara tahun 1086 – 1235 M, ketika umat Islam Andalus dibawah kekuasaan bangsa Barbar Afrika Utara. Mula-mula bangsa Barbar dipimpin oleh yusuf bin Tasyfin mendirikan daulah Murabitin, kemudian datang ke Andalus untuk menolong umat Islam Andalus menolong umat Kristen yang menyerang Sevilla pada tahun 1086 M; tetapi kemudian menggabungkan Muluk al-Thawaif ke dalam dinasti yang dipimpinnya sampai tahun 1143 M, ketika dinasti ini melemah digantikan oleh dinasti Barbar lain Al-Muwahhidin ( 1146 – 1235 M). Dinasti ini datang ke Andalus dipimpin Abd Al-Mu’min. Pada masa putranya Abd Ya’kub Yusuf bin Abd Al-Mu’min ( 1163 – 1184 M) Andalus mengalami masa kejayaan. Namun sepeninggal Sultan ini Al-Muwahhidin mengalami kelamahan. Paus Innocent III menghasut raja-raja Kristen untuk mengadakan penaklukan kembali (reconquista). Dalam perang Al-Uqab di Las Nafas tahun 1212 pasukan Kristen yang dipimpin Alfonso III dari Castilla memperoleh kemenagan. Sejak saat itu daulah Muwahhidin mundur baik di Andalus maupun di Afrika Utara. Andalus mengalami perpecahan kembali di bawah raja-raja local, sedangkan umat Kristen makin kuat dan menyerang sehingga Cordova jatuh pada tahun 1236 M. umat Islam Andalus jatih di bawah kekuasaan Kristen kecuali Granada yang dikuasai oleh bani Ahmar sejak tahun 1232 M.
3)      Masa antara tahun 1232 – 1492 M, ketika umat Islam Andalus betahan di Wilayah Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan ini disebut kerajaan Nasriyyah. Kerajaan ini merupakan kerajaan terakhir umat Islam Andalus yang berkuasa di wilayah antara Almeria dan Gibraltar, pesisir tenggara Andalus. Dinasti ini dapat bertahan karena dilinkupi oleh bukit sebagai pertahanan dan mempunyai hubungan yang dekat dengan negeri Islam Afrika Utara yang waktu itu di bawah kerajaan Marin. Ditambah lagi Granada merupakan tempat berkumpulnya pelarian tentara dan umat Islam dari wilayah selain Andalus ketika wilayah itu dikuasai tentara Kristen. Oleh karena itu, dinasti ini pernah mencapai kemajuan diantaranya membangun istana Al-Hamra. Namun pada decade terakhir abad XIV M dinasti ini telah lemah akibat perebutan kekuasaan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajaan Kristen yang telah mempersatukan diri melalui pernikahan antara Esabella dari Aragon dengan raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama-sama merebut kerajaan Granada. Pada tahun 1487 mereka dapat merebut Malaga, tahun 1489 menguasai Almeria, tahu 1492 menguasai Granada. Raja terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke Afrika Utara.
3.      Kontribusi Dunia Intelektual Muslim ke Barat
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan, pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih kompleks.[14] Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburannya itu mendatangkan penghasilan ekonomi yang tinggi dan banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan Selatan).[15] Kemajuan di bidang intelektual yang dicapai Spanyol Islam adalah:
a.       Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat suatu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani – Arab ke Eropa pada abad ke – 12. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkanpada abad ke – 9 M, selama pemerintahan penguasa bani Umayah yang ke – 5, Muhammad ibn Abd ar-Rahman (832 – 886 M).[16]
Atas inisiatif al-Hakam (961 – 976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin bani Umayah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filsof-filsof besar pada masa sesudahnya.[17]
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab – Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad ibn as-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajah, dilahirkan di Saragosa. Ia pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez, tahun 1138 M. dalam usia yang masih muda. Seperti al-Farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis, magnum opusnya adalah tadbir al-mutawahid.[18]
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.[19]
Bagian akhir abad ke – 12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun1198 M. cirri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dangan karyanya Bidayah al-Mujtahid.[20]
b.      Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, music, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik, Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ibrahim ibn Yahya an-Naqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang bisa menentukan jarak antara tata surya dan bintang. Ahmad ibn Ibbas dari cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan binti Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari kalangan wanita.[21]
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak sekali pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145 – 1228 M) menulis tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia, dan Ibn Batutah dari Tangier (1304 – 1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317 – 1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempet tinggal di Spanyol, yang kemudian pindah ke Afrika.[22]
c.       Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Yang memperkenalkan madzhab Maliki di sana adalah Ziyad ibn Abd ar-Rahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibnu Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd ar-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakar ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.[23]
d.      Musik dan kesenian
Dalam bidang music dan seni suara. Spanyol Islam mencapai kecermelangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi’ yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil dan mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu.[24]
e.       Bahasa dan sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-muslim, bahkan penduduk asli Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab. Baikketerampilan berbicara maupun tata bahasanya.[25] Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan seperti al-Iqd al-Farid karya Ibnu Abd Rabbih, al-Dzakirah fi Mahasin ahl al-Jazirah oleh Ibnu Bassam. Kitab al-Qalaid buah karya Fath ibn Khaqan[26]
4.      Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
a)      Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hokum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke – 11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.[27]
b)      Tidak adanya ideologi pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke – 10 M, mereka masih member istilah ‘ibad dan muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideology yang dapat member makna perssatuan, disamping kurangnya figure yang dapat menjadi personifikasi ideology itu.[28]
c)      Kesulitan ekonomi
Di paruh ke dua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perkonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.[29]
d)     Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan Bani Umayah runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.[30]
e)      Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternative yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[31]










C.    PENUTUP
Terdapat tiga pahlawan Islam yang dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke Spanyol. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Islam masuk ke Spanyol pada zaman pemerintahan Khalifah Al–Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Penguasaan umat Islam terhadap Andalus dapat dibagi menjadi beberapa peroide. Periode antara tahun 711 – 755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini Andalus secara politis belum stabil. Masa Keamiran tahun 755 – 912 M. Masa ini dimulai ketika Abd al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayah I yang berhasil menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan Bani Abbas di Damaskus. Masa Kekhalifahan tahun 912 – 1013 M, ketika Abd al-Rahman III, amir ke-8 Bani Umayah II, menggelari diri dengan Khalifah al-Nashir li Dinillah (912 – 961 M). Masa kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya local tahun 1031 – 1086 M, jumlahnya sekitar 20 buah. Masa ini disebut Muluk Al-Thawaif (raja golongan). Masa antara tahun 1086 – 1235 M, ketika umat Islam Andalus dibawah kekuasaan bangsa Barbar Afrika Utara. Masa antara tahun 1232 – 1492 M, ketika umat Islam Andalus betahan di Wilayah Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan ini disebut kerajaan Nasriyyah.
Kemajuan di bidang intelektual yang dicapai Spanyol Islam adalah filsafat, sains, fiqih, music dan kesenian, serta bahasa dan sastra.
Konflik Islam dengan Kristen, tidak adanya ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan, keterpencilan merupakan factor yang menyebabkan mundur dan runtuhnya Islam di Spanyol.






DAFTAR PUSTAKA
Sunanto, Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengatahuan Islam.. Jakarta : Prenada Media
Syukur , Fatah. 2012. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra
Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Rajawali Pers



[1] Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012, hlm. 121
[2] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengatahuan Islam, Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm. 117
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm. 87
[4] Badri Yatim, Op.Cit. hlm. 88
[5] Ibid., hlm. 88-89
[6] Ibid., hlm. 89
[7] Ibid., hlm. 90
[8] Ibid., hlm. 91
[9] Ibid.
[10] Ibid., hlm. 93
[11] Musyrifah Sunanto, Op.Cit. hlm. 119
[12] Ibid.
[13] Ibid., hlm. 120
[14] Badri Yatim, Op.Cit. hlm. 100
[15] Fatah Syukur, Op.Cit. hlm. 125
[16] Badri Yatim, Op.Cit., hlm. 101
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Ibid., hlm. 102
[21] Fatah Syukur., Op.Cit. hlm. 127
[22] Badri Yatim, Op.Cit. hlm. 102
[23] Ibid., hlm. 103
[24] Fatah Syukur, Op.Cit. hlm. 127
[25] Ibid., hlm. 128
[26] Ibid.
[27] Badri Yatim, Op.Cit. hlm. 107
[28] Ibid.
[29] Ibid., hlm. 108
[30] Ibid.
[31] Ibid.

Komentar

  1. TITanium Tent stakes - ITanium Art & Craft
    TITanium Tent stakes. TITanium Art & Craft offers the best titanium anodizing in craftsmanship at titanium bar stock an mens titanium braclets affordable titanium rimless glasses price! titanium curling wand

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PENDIDIKAN : PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN SIGNIFIKANSI SOSIOLOGI PENDIDIKAN

CERPEN BUKA PUASA BERSAMA (SAVE TIME WITH MY BEST FRIEND)

DINAMIKA KEBUDAYAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN