PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL
PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL
Makalah yang ditulis
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Sejarah Peradaban Islam

AYUB
NURHADI
FITRI
AMALIYA
KHURIPAH
MAMLUKAH
SUFIYAH
SUTANTO
5B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG
2016
A. PENDAHULUAN
Agama
Islam adalah agama yang mudah oleh karena itu tidak diragukan lagi apabila
perkembangan Islam begitu cepat tidak terbatas hanya di Asia saja namun merata
ke seluruh dunia. Di Asia dan Afrika, pertumbuhan dan kemajuan Islam begitu
mudah tetapi di Eropa pertumbuhan Islam begitu pelan karena tidak mudah
berdakwah kepada kaum sekulerisme.[1]
Sudah
diterangkan dahulu bahwa Abbasiyah mempunyai kekuasaan secara penuh hanya pada
periode 100 tahun pertama. Pada periode selanjutnya pemerintahan Abbasiyah
sebagai pemerintahan pusat melemah. Dalam kondisi seperti itu Negara-negara
Provinsi berusaha untuk melepaskan diri dan mendirikan kekuatan-kekuatan yang
menyaingi Abbasiyah, sehingga kota Baghdad tidak lagi menjadi satu-satunya kota
Internasional. Ibu kota Negara-negara Provinsi muncul menyaingi Baghdad.
Daulah-daulah kecil berlomba untuk maju, terutama dalam bidang peradaban dan
ilmu pengetahuan.[2]
Setelah
berakhirnya periode klasik Islam, ketika Islam mulai memasuki masa kemunduran,
Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat
dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan
Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang
mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa
dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Islam Spanyol di Eropa
banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa
keemasannya, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting,
menyaingi Baghdad di Timur,. Ketika itu, orang-orang Eropa Kristen banyak
belajar di perguruan-perguruan tinggi islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi
orang Eropa.[3]
B.
PEMBAHASAN
1.
Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol
diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al–Walid (705-715 M), salah seorang
khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan
Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai
salah satu propinsi dai dinasti Bani Umayah.[4]
Dalam
proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dikatakan paling
berjasa memimpin satuan-satuan pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif ibn Malik,
Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis
dan penyelidik. Ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan benua
Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di antaranya adalah
tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian.[5]
Thariq
ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya
lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar
suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab
yang dikirim Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di
bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan
pasukannya, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya
daerah ini, maka terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol.[6]
Kemenangan
pertama yang diraih Thariq ibn Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah
yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair merasa perlu melibatkan diri
dalam gelanggang pertempuran denga maksud membantu perjuangan Thariq.
Dengansatu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu dan satu per
satu kota yang dilewatinya dapat ditaklukannya. Setela Musa berhasil menaklukan
Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan
Ghotic, Theodomir di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo.
Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol,
termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa sampai Navarre.[7]
Kemenangan-kemenangan
umat Islam Nampak begitu mudah. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari adanya
faktor eksternal dan internal yang menguntungkan.[8]
Yang dimaksud factor eksternal adalah suatu kondisi yang terdapat di dalam
Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi
social, politik, ekonomi negeri ini berada dalam keadaan yang menyedihkan.[9]
Adapun yang dimaksud denga factor internal adalah suatu kondisi yang terdapat
dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuan dan para prajurid Islam yang terlibat
dalam penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh
yang kuat, tentaranya kompak, bersatu, dan penuh percaya diri.[10]
2.
Perkembangan Islam di Spanyol
Penguasaan
umat Islam terhadap Andalus (Spanyol) dapat dibagi menjadi beberapa peroide :
a.
Periode Pertama
Periode
antara tahun 711 – 755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini Andalus secara politis
belum stabil, masih terjadi perebutan kekuasaan antara elit penguasa, atau
masih adanya ancaman musuh Islam dari penguasa setempat.[11]
b.
Periode Kedua
Periode antara tahun 755 – 1013 M pada waktu Andalus dikuasai oleh
Daulah Umawiyah II. Periode ini dibagi menjadi dua:[12]
1)
Masa Keamiran tahun 755 – 912 M. Masa ini dimulai ketika Abd
al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayah I yang berhasil
menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan Bani Abbas di Damaskus,
mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al-Fihr. Ia kemudian
memproklamirkan berdirinya daulah Umawiyah II di Andalus kelanjutan Umawiyah I
di Damaskus.
2)
Masa Kekhalifahan tahun 912 – 1013 M, ketika Abd al-Rahman III,
amir ke-8 Bani Umayah II, menggelari diri dengan Khalifah al-Nashir li Dinillah
(912 – 961 M). kedudukannya dilanjutkan oleh Hakam II (961 – 976 M), kemudian
oleh Hisyam II (976 – 1007 M). Pada masa ini umat Islam Andalus mengalami
kemakmuran dan kemajuan di segala bidang.
c.
Periode Ketiga
Periode antara tahun 1031 – 1492 M, ketika umat Islam Andalus
terpecah dan menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Periode ini dibagi menjadi tiga
masa:[13]
1)
Masa kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya local tahun 1031 – 1086
M, jumlahnya sekitar 20 buah. Masa ini disebut Muluk Al-Thawaif (raja
golongan). Mereka mendirikan kerajaan berdasarkan etnis Barbar, Slovia, atau
Andalus yang bertikai satu dengan yang lain sehingga menimbulkan keberanian
umat Kristen di Utara untuk menyerang. Ada juga yang mengundang bangsa Barbar
dari Afrika Utara. Karena itu terjadi ketidakstabilan dalam politik. Namun
dalam bidang peradaban mengalami kemajuan karena masing-masing ibu kota kerajaan
local ingin menyaingi Cordova. Muncullah kota-kota besar Toledo, Sevilla,
Malaga, dan Granada.
2)
Masa antara tahun 1086 – 1235 M, ketika umat Islam Andalus dibawah
kekuasaan bangsa Barbar Afrika Utara. Mula-mula bangsa Barbar dipimpin oleh
yusuf bin Tasyfin mendirikan daulah Murabitin, kemudian datang ke Andalus untuk
menolong umat Islam Andalus menolong umat Kristen yang menyerang Sevilla pada
tahun 1086 M; tetapi kemudian menggabungkan Muluk al-Thawaif ke dalam dinasti
yang dipimpinnya sampai tahun 1143 M, ketika dinasti ini melemah digantikan
oleh dinasti Barbar lain Al-Muwahhidin ( 1146 – 1235 M). Dinasti ini datang ke
Andalus dipimpin Abd Al-Mu’min. Pada masa putranya Abd Ya’kub Yusuf bin Abd
Al-Mu’min ( 1163 – 1184 M) Andalus mengalami masa kejayaan. Namun sepeninggal
Sultan ini Al-Muwahhidin mengalami kelamahan. Paus Innocent III menghasut
raja-raja Kristen untuk mengadakan penaklukan kembali (reconquista). Dalam
perang Al-Uqab di Las Nafas tahun 1212 pasukan Kristen yang dipimpin Alfonso
III dari Castilla memperoleh kemenagan. Sejak saat itu daulah Muwahhidin mundur
baik di Andalus maupun di Afrika Utara. Andalus mengalami perpecahan kembali di
bawah raja-raja local, sedangkan umat Kristen makin kuat dan menyerang sehingga
Cordova jatuh pada tahun 1236 M. umat Islam Andalus jatih di bawah kekuasaan
Kristen kecuali Granada yang dikuasai oleh bani Ahmar sejak tahun 1232 M.
3)
Masa antara tahun 1232 – 1492 M, ketika umat Islam Andalus betahan
di Wilayah Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini
adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan ini
disebut kerajaan Nasriyyah. Kerajaan ini merupakan kerajaan terakhir umat Islam
Andalus yang berkuasa di wilayah antara Almeria dan Gibraltar, pesisir tenggara
Andalus. Dinasti ini dapat bertahan karena dilinkupi oleh bukit sebagai
pertahanan dan mempunyai hubungan yang dekat dengan negeri Islam Afrika Utara
yang waktu itu di bawah kerajaan Marin. Ditambah lagi Granada merupakan tempat
berkumpulnya pelarian tentara dan umat Islam dari wilayah selain Andalus ketika
wilayah itu dikuasai tentara Kristen. Oleh karena itu, dinasti ini pernah
mencapai kemajuan diantaranya membangun istana Al-Hamra. Namun pada decade
terakhir abad XIV M dinasti ini telah lemah akibat perebutan kekuasaan.
Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajaan Kristen yang telah mempersatukan diri
melalui pernikahan antara Esabella dari Aragon dengan raja Ferdinand dari
Castilla untuk bersama-sama merebut kerajaan Granada. Pada tahun 1487 mereka
dapat merebut Malaga, tahun 1489 menguasai Almeria, tahu 1492 menguasai Granada.
Raja terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke Afrika Utara.
3.
Kontribusi Dunia Intelektual Muslim ke Barat
Dalam
masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan,
pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia, kepada kemajuan yang lebih
kompleks.[14]
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburannya itu mendatangkan penghasilan
ekonomi yang tinggi dan banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol Islam merupakan
masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab (Utara dan
Selatan).[15]
Kemajuan di bidang intelektual yang dicapai Spanyol Islam adalah:
a.
Filsafat
Islam
di Spanyol telah mencatat suatu lembaran budaya yang sangat brilian dalam
bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani – Arab ke Eropa pada abad ke – 12. Minat
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkanpada abad ke – 9 M,
selama pemerintahan penguasa bani Umayah yang ke – 5, Muhammad ibn Abd
ar-Rahman (832 – 886 M).[16]
Atas
inisiatif al-Hakam (961 – 976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis diimpor dari
timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan dan
universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad sebagai pusat utama ilmu
pengetahuan di dunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin bani Umayah
di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filsof-filsof besar pada
masa sesudahnya.[17]
Tokoh
utama pertama dalam sejarah filsafat Arab – Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad
ibn as-Sayigh yang lebih dikenal dengan Ibnu Bajah, dilahirkan di Saragosa. Ia
pindah ke Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez, tahun 1138 M.
dalam usia yang masih muda. Seperti al-Farabi dan Ibnu Sina di Timur, masalah
yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis, magnum opusnya adalah tadbir
al-mutawahid.[18]
Tokoh
utama kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy, sebuah dusun
kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. ia
banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya
yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.[19]
Bagian
akhir abad ke – 12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut Aristoteles yang
terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd dari Cordova. Ia
lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun1198 M. cirri khasnya adalah kecermatan
dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-hatian dalam menggeluti
masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat dan agama. Dia juga ahli
fiqih dangan karyanya Bidayah al-Mujtahid.[20]
b.
Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, music, astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik,
Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi. Ibrahim ibn Yahya
an-Naqash terkenal dalam ilmu astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya
gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat
teropong modern yang bisa menentukan jarak antara tata surya dan bintang. Ahmad
ibn Ibbas dari cordova adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm al-Hasan binti
Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran
dari kalangan wanita.[21]
Dalam
bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian Barat melahirkan banyak
sekali pemikir terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145 – 1228 M) menulis
tentang negeri-negeri muslim Mediterania dan Sicilia, dan Ibn Batutah dari
Tangier (1304 – 1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khatib (1317 –
1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah
perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan di atas bertempet tinggal di Spanyol,
yang kemudian pindah ke Afrika.[22]
c.
Fiqih
Dalam
bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut madzhab Maliki. Yang
memperkenalkan madzhab Maliki di sana adalah Ziyad ibn Abd ar-Rahman.
Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibnu Yahya yang menjadi qadhi pada
masa Hisyam ibn Abd ar-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu
Bakar ibn al-Quthiyah, Munzir ibn Said al-Baluthi dan Ibn Hazm yang terkenal.[23]
d.
Musik dan kesenian
Dalam
bidang music dan seni suara. Spanyol Islam mencapai kecermelangan dengan
tokohnya al-Hasan ibn Nafi’ yang dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan
pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu tampil dan mempertunjukkan kebolehannya. Ia
juga terkenal sebagai pengubah lagu.[24]
e.
Bahasa dan sastra
Bahasa
Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Hal
itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non-muslim, bahkan penduduk asli
Spanyol menomorduakan bahasa asli mereka. Juga banyak yang ahli dan mahir dalam
bahasa Arab. Baikketerampilan berbicara maupun tata bahasanya.[25]
Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan
seperti al-Iqd al-Farid karya Ibnu Abd Rabbih, al-Dzakirah fi Mahasin ahl
al-Jazirah oleh Ibnu Bassam. Kitab al-Qalaid buah karya Fath ibn Khaqan[26]
4.
Penyebab Kemunduran dan Kehancuran
a) Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa
muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas
dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan
membiarkan mereka mempertahankan hokum dan adat mereka, termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran
Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal
itu menyebabkan kehidupan negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari
pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad ke – 11 M umat Kristen
memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang mengalami kemunduran.[27]
b) Tidak adanya ideologi pemersatu
Kalau di
tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam yang
sederajat, di Spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan Bani Umayah di
Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi.
Setidak-tidaknya sampai abad ke – 10 M, mereka masih member istilah ‘ibad dan
muwalladun kepada para mukalaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan.
Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-Arab yang ada sering menggerogoti dan merusak
perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi
negeri tersebut. Hal ini menunjukkan tidak adanya ideology yang dapat member
makna perssatuan, disamping kurangnya figure yang dapat menjadi personifikasi
ideology itu.[28]
c) Kesulitan ekonomi
Di paruh ke dua
masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perkonomian.
Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi
politik dan militer.[29]
d) Tidak jelasnya sistem peralihan
kekuasaan
Hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah
kekuasaan Bani Umayah runtuh dan Muluk al-Thawaif muncul. Granada yang
merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand
dan Isabella, di antaranya juga disebabkan permasalahan ini.[30]
e) Keterpencilan
Spanyol Islam
bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu berjuang sendirian,
tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan demikian, tidak ada
kekuatan alternative yang mampu membendung kebangkitan Kristen di sana.[31]
C. PENUTUP
Terdapat
tiga pahlawan Islam yang dikatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan
pasukan ke Spanyol. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa
ibn Nushair. Islam masuk ke Spanyol pada zaman pemerintahan Khalifah Al–Walid
(705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berpusat di Damaskus.
Penguasaan
umat Islam terhadap Andalus dapat dibagi menjadi beberapa peroide. Periode
antara tahun 711 – 755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh Khalifah
Bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini Andalus secara politis
belum stabil. Masa Keamiran tahun 755 – 912 M. Masa ini dimulai ketika Abd
al-Rahman al-Dakhil, seorang keturunan bani Umayah I yang berhasil
menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan Bani Abbas di Damaskus. Masa
Kekhalifahan tahun 912 – 1013 M, ketika Abd al-Rahman III, amir ke-8 Bani
Umayah II, menggelari diri dengan Khalifah al-Nashir li Dinillah (912 – 961 M).
Masa kerajaan-kerajaan kecil yang sifatnya local tahun 1031 – 1086 M, jumlahnya
sekitar 20 buah. Masa ini disebut Muluk Al-Thawaif (raja golongan). Masa antara
tahun 1086 – 1235 M, ketika umat Islam Andalus dibawah kekuasaan bangsa Barbar
Afrika Utara. Masa antara tahun 1232 – 1492 M, ketika umat Islam Andalus
betahan di Wilayah Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti
ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan
ini disebut kerajaan Nasriyyah.
Kemajuan
di bidang intelektual yang dicapai Spanyol Islam adalah filsafat, sains, fiqih,
music dan kesenian, serta bahasa dan sastra.
Konflik Islam
dengan Kristen, tidak
adanya ideologi pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya sistem peralihan
kekuasaan, keterpencilan merupakan factor yang menyebabkan mundur dan runtuhnya
Islam di Spanyol.
DAFTAR
PUSTAKA
Sunanto,
Musyrifah. 2004. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengatahuan Islam..
Jakarta : Prenada Media
Syukur
, Fatah. 2012. Sejarah Peradaban Islam. Semarang : Pustaka Rizki Putra
Yatim,
Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Rajawali Pers
[1]
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, Pustaka Rizki Putra, Semarang,
2012, hlm. 121
[2]
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengatahuan Islam,
Prenada Media, Jakarta, 2004, hlm. 117
[3]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hlm.
87
[4]
Badri Yatim, Op.Cit. hlm. 88
[5]
Ibid., hlm. 88-89
[6]
Ibid., hlm. 89
[7]
Ibid., hlm. 90
[8]
Ibid., hlm. 91
[9]
Ibid.
[10]
Ibid., hlm. 93
[11]
Musyrifah Sunanto, Op.Cit. hlm. 119
[12]
Ibid.
[13]
Ibid., hlm. 120
[14]
Badri Yatim, Op.Cit. hlm. 100
[15]
Fatah Syukur, Op.Cit. hlm. 125
[16]
Badri Yatim, Op.Cit., hlm. 101
[17]
Ibid.
[18]
Ibid.
[19]
Ibid.
[20]
Ibid., hlm. 102
[21]
Fatah Syukur., Op.Cit. hlm. 127
[22]
Badri Yatim, Op.Cit. hlm. 102
[23]
Ibid., hlm. 103
[24]
Fatah Syukur, Op.Cit. hlm. 127
[25]
Ibid., hlm. 128
[26]
Ibid.
[27]
Badri Yatim, Op.Cit. hlm. 107
[28]
Ibid.
[29]
Ibid., hlm. 108
[30]
Ibid.
[31]
Ibid.
TITanium Tent stakes - ITanium Art & Craft
BalasHapusTITanium Tent stakes. TITanium Art & Craft offers the best titanium anodizing in craftsmanship at titanium bar stock an mens titanium braclets affordable titanium rimless glasses price! titanium curling wand