DINAMIKA KEBUDAYAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
DINAMIKA KEBUDAYAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN
MAKALAH

AGUNG
FAHMI
KHARISMA
ENDAH AP
KORINA
ROSIFA
FITRI
AMALIYA
5B
Makalah yang ditulis untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Pendidikan
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG
2016
KATA PENGANTAR
Dengan
iringan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Taufiq, dan
Hidayah – Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Antropologi Pendidikan dengan
sebaik-baiknya.
Makalah
ini kami susun dengan berdasarkan beberapa buku. Makalah ini berisi mengenai Dinamika
Kebudayaan dalam Konteks Pendidikan.
Dengan
memuji kepada Allah SWT yang dengan bantuan dan hidayah – Nya telah memberikan
pertolongan kepada kami, sehingga kami dapat menyusun makalah ini, yang dapat
menghilangkan kesulitannya dan mudah memahaminya.
Tak
lupa pula kami haturkan banyak terimakasih kepada semua pihak, terutama dosen
pengampu mata kuliah Antropologi Pendidikan yang telah membimbing.
Kami
sangat berterima kasih kepada para pembaca yang budiman atau siapa saja yang
memberikan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan hasil makalah ini.
Dan semoga usaha yang tak seberapa dan sekecil ini senantiasa mendapatkan Ridha
Allah SWT serta bermanfaat sebagaimana harapan semua.
Pemalang,
14 September 2016
DAFTAR ISI
JUDUL ~ i
KATA PENGANTAR ~ ii
DAFTAR ISI ~ iii
BAB I
PENDAHULUAN ~ 1
A.
Latar Belakang ~ 1
B.
Rumusan Masalah ~ 2
C.
Tujuan Penulisan ~ 2
BAB II
PEMBAHASAN ~ 3
A.
Konsep-Konsep
Dinamika Kebudayaan ~ 3
B.
Teori-Teori Kebudayaan ~ 4
C.
Pendidikan sebagai Kebudayaan ~ 5
D. Pendidikan
dan Globalisasi ~ 7
E. Tantangan
Pembangunan Bidang Pendidikan ~ 8
BAB III
PENDUTUP ~ 11
A.
Kesimpulan ~ 11
B.
Saran ~ 12
DAFTAR PUSTAKA ~ 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Mengapa kebudayaan
berubah? Menurut Haviland (1993:250-251) kemampuan berubah merupakan sifat yang
penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa adanya kemampuan itu, kebudayaan tidak
mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah. Semua kebudayaan pada suatu waktu pasti
berubah karena bermacam-macam sebab, salah satu sebabnya asalah peubahan
lingkungan yang dapat menuntut perubahan yang bersifat adaptif. Kemampuan
berubah merupakan sifat penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa perubahan,
kebudayaan tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa
berubah.[1]
Pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan,
keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan
menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi.
Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian
kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan melalui enkulturasi
semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat yang sangat
komplek, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang
sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.[2]
Apabila yang dimaksud
kebudayaan itu adalah segala yang diciptakan, segala yang dikarsakan dan segala
yang dirasakan oleh manusia (Harsono, 1984: 113), maka segalanya itu harus
merupakan hasil dari pendidikan dan bukan merupakan hasil dari keturunan
biologis. Oleh sebab itu yang dapat dipelajari secara social adalah
pengrtian-pengertian yang bersifat abstrak dan dapat dinyatakan, bahkan dapat
diwujudkan dalam bentuk lambing dan tanda. Kebudayaan terjabarkan dari
komponen-komponen biologi, psikologi, dan sosiologi dari eksistensi manuia,
kebudayaan terstruktur, kebudayaan terbagi kedalam aspek-aspek, kebudayaan
bersifat dinamis, dan nilai-nilai kebudayaan bersifat realtif.[3]
B.
Rumusan Masalah
Dalam suatu karangan ilmiah haruslah disusun secara
sistematis dan runtut sesuai dengan ketentuan yang ada. Maka dari itu perlu
untuk menyusun suatu rumusan masalah yang menjadi batu pijakan untuk pembahasan
pada makalah ini. Adapun rumusan masalah tersebut ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep-konsep dinamika
kebudayaan?
2. Apa
saja teori-teori kebudayaan itu?
3. Bagaimana
pendidikan sebagai kebudayaan?
4. Bagaimana
kaitan antara pendidikan dan globalisasi?
5. Apa
saja tantangan pembangunan bidang pendidikan?
C.
Tujuan Penulisan
Adanya suatu diskusi dalam kelas yang kita lakukan sudah
barang tentu semuanya mempunyai tujuan masing-masing dan boleh jadi tujuan
tersebut berbada atau pun sama. Sedang pembelajaran pada saat ini yaitu dengan
judul “Dinamika
Kebudayaan Dalam Konteks Pendidikan” mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah :
1. Untuk mengetahui konsep-konsep
dinamika kebudayaan.
2. Untuk mengetahui
teori-teori kebudayaan.
3. Untuk mengetahui
pendidikan sebagai kebudayaan.
4. Untuk mengetahui
pendidikan dan globalisasi.
5. Untuk mengetahui
tantangan pembangunan bidang pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep-Konsep
Dinamika Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (1996: 142) semua konsep yang kita perlukan
untuk menganalisa proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan disebut
dengan dinamika sosial. Beberapa konsep tersebut antara lain sebagai berikut:
1.
Proses
belajar kebudayaan sendiri
Proses internalisasi. menurut Koentjaraningrat (1996: 142-143) proses
internalisasi adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu
mulai dari ia dilahirkan sampai akhir hayatnya.[4]
Proses sosialisasi. Talcott Parson (dalam Koentjaraningrat, 1996: 143-145)
menggambarkan proses mengenai kebudayaan sebagai bagian dari proses sosialisasi
individu. Semua pola tindakan inividu-individu yang menempati berbagai
kedudukan dalam masyarakatnya yang dijumpai seseorang dalam kehidupannya
sehari-hari semenjak ia dilahirkan, dicerna olehnya sehingga individu tersebut
pun akan menjadikan pola-pola tindakan tersebut sebagai bagian dari
kepribadiannya.[5]
Proses Enkulturasi. Sebagaimana dikatakan Koentjaraningrat (1996: 145-147) bahwa
proses enkulturasi adalah proses menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap
adapt, sitem norma, dan semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan
seseorang. Proses ini telah dimulai sejak awal kehidupan, yaitu dalam
lingkungan keluarga, dan kemudian lingkungan yang semakin lama semakin luas.[6]
2.
Evolusi
kebudayaan dan difusi
Evolusi kebudayaan. Evolusi kebudayaan menurut
Koentjaraningrat (1996: 142) adalah proses perkembangan kebudayaan umat manusia
mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana sampai yang semakin lama
semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi, yaitu penebaran
kebudayaan-kebudayaan yang terjadi bersamaan perpindahan bangsa-bangsa di muka
bumi ini.[7]
Difusi.
Menurut Haviland (1993: 257) difusi adalah penyebaran dapat atau kebiasaan dari
kebudayaan yang satu ke kebudayaan yang lain[8]
3.
Akulturasi
dan asimilasi
Akulturasi. Menurut Koentjaraningrat (1996: 155) adalah istilah dalam
sosiologi yang memiliki berbagai makna, yang kesemuanya itu mencakup konsep
mengenai proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan kebudayaan
tertentu dihadapkan kepada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga
unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan tersebut.[9]
Asimilasi. Menurut Koentjaraningrat (1996: 160) adalah suatu proses
social yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara insentif, sehingga sifat
khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah
menjadi unsur kebudayaan campuran.[10]
4.
Proses
pembauran atau inovasi
Inovasi adalah suatu proses
pembauran dari penggunaan sumber-sumber alam energy dan modal serta penataan
kembali dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru, sehingga terbentuk
suatu sistem produksi baru dari produk-produk baru. Dengan demikian inovasi
adalah pembauran unsur teknologi dan ekonomi dari kebudayaan Koentjaraningrat
(1996: 161).[11]
B.
Teori-Teori Kebudayaan
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli dikemukakan bahwa
terdapat tiga pandangan tentang kebudayaan, yakni:
1. Superorganik. Kebudayaan adalah
realitas super dan ada di atas dan di luar pendukung individualnya dan
kebudayaan memiliki hokum-hukumnya sendiri. Inti pandanga superorganik adalah
kebudayaan merupakan sebuah kenyataan sui generis, karena itu mesti dijelaskan
dengan hukum-hukumnya sendiri.[12]
2. Konseptualis. Kebudayaan bukanlah
suatu entitas sama sekali, tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk
menghimpun/ meunifikasikan serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah. Menurut
kaum konseptualis pada akhirnya semua kebudayaan mesti diterangkan secara
social psikologis. Kebudayaan bukan dihasilkan dari kekuatan super human karena
kebudayaan mendapatkan semua kualitas dari kepribadian dan interaksi dari
kepribadian.[13]
3. Realis. Kebudayaan adalah
kedua-duanya, yaitu sebuah konsep dan entitas empiris. Kebudayaan adalah konsep
dimana ia bangunan dari antropologi dan kebudayaan sebuah entitas empiris yang
menunjukkan cara mengorganisir fenomena-fenomena. Beberapa antropolog
mempertahankan bahwa kebudayaan merupakan konsep dan realita yang ebrbentuk
konstruk, bukan sebagai satu entitas yang bisa diamati tapi nyata karena tidak
berbeda dalam mengamatinya. Menurut kaum realis terhadap pendidikan adalah
dengan menanamkan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan tertentu yang
dipilih kebudayaan maka sistem pendidikan akan melatih individu untuk merubah
kebudayaannya.[14]
C.
Pendidikan sebagai Kebudayaan
Persoalan pendidikan yang rumit memicu berbagai tingkat
dalam berbagai cara mengenai pentingnya masalah pendidikan hingga para filsuf
pertama mengembangkan teori-teori formal yang mengaitkan pendidikan dengan
konsepsi politik serta hakikat manusia, ditingkat yang kurang formal orang tua
bertanggung jawab mengembangkan prinsip pengasuhan anak dalam masyarakat serta
nilai-nilai anak di masa depan sebagai individu dan warganegara. Kedua masalah
ini mempunyai konflik yang khusus di masyarakat yang kompleks menurut cara-cara
formal untuk menyalurkan perbaharuan tentang kebudayaan serta pentingnya
meneliti fungsi pendidikan dalam kebudayaan.[15]
Secara prinsip dapat dikatakan bahwa pendidikan mempunyai
beberapa unsur pokok, diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Guru yang
merupakan agen utama yang bertujuan mengarahkan dan memikul tanggung jawab
terhadap proses pendidikan. (2) Murid yang menjadi objek upaya pendidikan, yang
perilakunya diubah dan dimodifikasi. (3) Bahan pengajaran pengetahuan yang
ditanamkan kepada murid. (4) Tujuan, sasaran, cita-cita dan hasil akhir yang
diharapkan dari proses pendidikan akhir.[16]
Sasaran pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yang baik. Konsep utama
kebudayan yang merupakan nilai-nilai masyarakat yang maju yang tetap bertahan
meski dengan berbagai kritikan-kritikan yang klaim saling bertentangan,
kebudayaan tampil sebagai lumbung dan nilai-nilai yang besar. Pendidikan
merupakan jalan pembebasan-pembebasan individu dari prasangka-prasangka dan
merupakan proses pembebasan individu agar berimprovisasi secara kreatif melalui
pemahaman.[17]
Tugas-tugas pokok guru adalah mencari cara bagaimana
menjadikan pengetahuan atau bahan pelajaran pendidikan bermakna bagi murid
sehingga persekolahan bermakna bagi siswa. Kebanyakan teori pendidikan menyerahkan
tugas-tugas pada guru, tapi dalam skema pendidikan setiap tugas mempunyai arti
khusus, karena ia menolak bahwa belajar merupakan suatu hal yang wajib yang
ditanamkan diluar individu atas dasar takut akan hukuman.[18]
Teori pendidikan yang konvensional
yang lain tidak memberi peran sebesar ini pada guru menurutnya guru tidak hanya
mengajarkan bahan-bahan secara tradisional yang telah diketahuinya tapi seorang
guru dituntut memahami nilai-nilai masyarakat pada saat proses belajar
berlangsung. Tugas pendidik bukan hanya menyiapkan kurikulum yang mencerminkan
kebudayaan semu yang dijalin dengan prasangka atau konsepsi-konsepsi arti
fisial para teoritis yang bersifat abstrak.[19]
D.
Pendidikan dan Globalisasi
Saat ini, otonomisasi pendidikan telah menjadi focus utama
reformasi pendidikan nasional seiring dengan ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah. Dengan Undang-undang ini setiap institusi pendidikan
dituntut untuk mandiri alias otonom dalam menentukan dan menyelenggarakan
program pendidikan. Berkenaan dengan kebijakan
otonomisasi ini, yang paling merasakan dampaknya adalah sekolah yang
secara kelambagaannya belum kuat. Umumnya, mereka menemui kendala finansial
untuk menjemput era otonomi pendidikan, manajemen yang kurang tertata rapid an inefisien,
kualitas SDM pengelolanya masih rendah, sehingga tujuan pencerdasan bangsa
melalui pencerdasan siswanya menjadi kurang optimal.[20]
Peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat mensupport
rencana induk pengembangan pendidikan ke depan yang menitikberatkan pada
peningkatan mutu para lulusannya, profesionalisasi manajemen sekolah, dan
peningkatan sumber daya pengelola sekolah. Mencermati pengembangan pendidikan,
ada beberapa permasalahan yang harus segera ditemukan solusinya. Sebagai
berikut : (1) Masih lemahnya kapasitas kelembagaan di lingkungan sekolah dalam
memahami dan menerapkan sitem pendidikan nasional. (2) Tingkat wawasan
pengelola dan penyelenggara pendidikan di sekolah relative masih rendah. (3)
Pembinaan yang kurang intensif. (4) Diperlukan pendidikan model yang menjadi
unggulan pendidikan.[21]
Tantangan pendidikan masa depan,
trampil dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sekolah, globalisasi
memprasyaratkan persiapan sumber daya manusia yang berkualitas, tentunya dengan
tingkat penguasaan sains dan tekhnologi yang mumpuni, terutama tekhnologi
komunikasi, dan dengan pembekalan basic moralitas yang tergali dari kearifan
tradisi-kultural dan nilai-nilai doctrinal agama yang kuat. Saat ini bangsa
kita berada di tengah pentas kompetisi global, bangsa kita pada wilayah
pinggiran, hanya menjadi penonton dari hiruk-pikuknya percaturan negara-negara
secara global di berbagai dimensi kehidupan. Ketidak siapan kualitas SDM dan
moral dalam kancah globalisasi, menimbulkan ekses negative baik secara politik,
ekonomi maupun budaya. Di sinilah, sekali lagi, bahwa pendidikan menjadi agenda
prioritas kebangsaan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk diperbaiki
seoptimal mungkin.[22]
E.
Tantangan Pembangunan Bidang
Pendidikan
Pendidikan nasional dewasa ini dihadapkan pada beberapa
permasalahan, yaitu : masih rendahnya pemerataan pemerolehan pendidikan; masih
rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan masih lemahnya manajemen
pendidikan. Arah kebijakan pembanguna pendidikan pada program pembangunan nasional
adalah : (1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya
menusia Indonesia yang berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran
pendidikan yang berarti; (2) Meningkatkan kemampuan akademik dan professional
serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kependidikan, sehingga tenaga pendidik
mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan
budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan. (3)
Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum. Berupa
deversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan
kurikulum yang berlaku nasional dan local sesuai dengan kepentingan setempat,
serta diversifikasi jenis pendidikan secara nasional. (4) Memberdayakan lembaga
pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai,
sikap dan kemampuan serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang
didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. (5) Melakukan pembaharuan dan
pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi,
otonomi keilmuan dan manajemen. (6) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan
yang diselenggarakan dengan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk
menetapkan sitem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi ilmu
perkembanga ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. (7) Mengembangkan kualitas
sumber daya sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui
berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi
muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan
sesuai dengan potensinya. (8) Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri
dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah dan koperasi guna
meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.[23]
Dunia pendidikan Indonesia masih belum bisa bersaing dan
menghasilkan mutu yang sesuai dengan harapan. Bahkan untuk bisa melangkah maju
dan mengembangkan sistem pendidikan pun tampaknya masih terkendala oleh
berbagai faktor. Padahal, anggaran pendidikan saat ini sudah besar. Akan
tetapi, dugaan kecurangan dan bentuk penyelewengan pun masih sering terjadi,
baik dalam penerimaan siswa/mahasiswa baru, maupun bentuk lainnya. Pendidikan
belum mampu membentuk manusia seutuhnya.[24]
Perubahan kurikulum pendidikan yang menjadi persoalan rutin
setiap pergantian kepemimpinan, kurikulum dijadikan produk pemerintahan
tertentu bukan lahir dari akar budaya sendiri, yang lebih ironis lagi kurikulum
pendidikan mengacu/mengkiblat kepada pendidikan negara lain yang belum tentu
cocok dengan corak dan karakteristik bangsa Indonesia.[25]
Angin perubahan datang ketika gerakan penggulingan kekuasaan
yang dilakukan oleh mahasiswa mampu menurunkan rezim pemerintahan Suharto, yang
kemudian dikenal dengan istilah reformasi. Seiring dengan perubahan yang
terjadi di pemerintahan, berakibat juga pada dunia pendidikan nasional
Indonesia. Eforia perubahan pendidikan bisa jadi akan berakibat baik bagi
pendidikan Indonesia atau malah menjadi persoalan baru dunia pendidikan
nasional ketika eforia perubahan suadah meninggalkan semangat reformasi tahun
1998.[26]
Dalam perjalanan perkembangan pendidikan pada era reformasi melahirkan beberapa
hal, diantaranya : (1) Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari
sistem pendidikan nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global
sehingga kita hanya bisa mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill
pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar. Problemnya,
output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun kemudian.
(2) Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk
mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa.[27]
Pendidikan diabad pengetahuan menuntut adanya manajemen
pendidikan yang modern dan professional dengan bernuansa pendidikan.
Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara
efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar,
pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan
harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang
tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok pemnampilan guru yang
ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan
ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme,
kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian
karir, dan kesejahteraan lahir batin.[28]
Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan
mengalami pergeseran perubahan paradigm yang meliputi pergeseran paradigm : (1)
dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus
penguasaan pengetahuan ke belajar holistic, (3) dari citra hubungan guru-murid
yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang
menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan focus
pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan
buta teknologi, budaya dan computer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi
ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke
orientsi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa
pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat
kompetitif.[29]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut Koentjaraningrat (1996: 142) semua konsep yang kita
perlukan untuk menganalisa proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan
disebut dengan dinamika sosial. Beberapa konsep tersebut antara lain sebagai
berikut: Proses belajar kebudayaan sendiri, evolusi kebudayaan dan difusi, akulturasi
dan asimilasi, proses pembauran atau inovasi.
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli dikemukakan bahwa
terdapat tiga pandangan tentang kebudayaan, yakni: Superorganik. konseptualis. realis.
Sasaran pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yang
baik. Konsep utama kebudayan yang merupakan nilai-nilai masyarakat yang maju
yang tetap bertahan meski dengan berbagai kritikan-kritikan yang klaim saling
bertentangan, kebudayaan tampil sebagai lumbung dan nilai-nilai yang besar.
Pendidikan merupakan jalan pembebasan-pembebasan individu dari
prasangka-prasangka dan merupakan proses pembebasan individu agar
berimprovisasi secara kreatif melalui pemahaman.
Peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat mensupport
rencana induk pengembangan pendidikan ke depan yang menitikberatkan pada
peningkatan mutu para lulusannya, profesionalisasi manajemen sekolah, dan
peningkatan sumber daya pengelola sekolah. Tantangan pendidikan masa depan, trampil
dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sekolah, globalisasi
memprasyaratkan persiapan sumber daya manusia yang berkualitas, tentunya dengan
tingkat penguasaan sains dan tekhnologi yang mumpuni, terutama tekhnologi
komunikasi, dan dengan pembekalan basic moralitas yang tergali dari kearifan
tradisi-kultural dan nilai-nilai doctrinal agama yang kuat.
Pendidikan nasional dewasa ini
dihadapkan pada beberapa permasalahan, yaitu : masih rendahnya pemerataan
pemerolehan pendidikan; masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan
masih lemahnya manajemen pendidikan. Perubahan kurikulum pendidikan yang
menjadi persoalan rutin setiap pergantian kepemimpinan, kurikulum dijadikan
produk pemerintahan tertentu bukan lahir dari akar budaya sendiri, yang lebih
ironis lagi kurikulum pendidikan mengacu/mengkiblat kepada pendidikan negara
lain yang belum tentu cocok dengan corak dan karakteristik bangsa Indonesia.
B.
Saran
Dalam
penyusunan makalah yang sangat sederhana ini tentunya banyak kekurangan dan
kekeliruan, yang menjadi sorotan adalah bagaimana makalah ini dapat disusun
setidaknya mendekati kata sempurna dan dapat mencakup substansi materi yang
ingin disampaikan sehingga tujuan pembelajaranpun dapat terpenuhi.Dalam
kesempatan ini kami selaku penyusun tentunya sangat mengharapkan segala
saran,kritik dan pengayaan yang bersifat membangun dan dapat diberikan landasan
pijakan dari teori yang akan kami tambahkan demi kesempurnaan penyusunan yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Rasimin. 2011. Antropologi
Pendidikan. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Rasimin. 2014. Antropologi Pendidikan: Pendekatan Sosial
Budaya. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
[1] Rasimin, Antropologi
Pendidikan, Mitra Cendikia, Yogyakarta, 2011, hlm. 79
[2] Ibid., hlm. 92
[3] Rasimin, Antropologi
Pendidikan: Pendekatan Sosial Budaya, STAIN Salatiga Press, Salatiga, 2014,
hlm. 96
[4] Rasimin, Antropologi
Pendidikan, Mitra Cendikia, Yogyakarta, 2011, hlm. 82
[5] Ibid.
[6] Ibid., hlm. 83
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid., hlm 84
[10] Rasimin, Antropologi
Pendidikan: Pendekatan Sosial Budaya, STAIN Salatiga Press, Salatiga, 2014,
hlm. 86-87
[11] Ibid., hlm. 87
[13] Ibid., hlm. 150
[14] Ibid., hlm 151
[15] Ibid.
[16] Ibid., hlm. 152
[17] Ibid.
[18] Ibid., hlm. 153
[19] Ibid.
[20] Ibid., hlm. 155
[21] Ibid., hlm. 156
[22] Ibid.
[23] Ibid., hlm. 158-159
[24] Ibid., hlm. 161
[25] Ibid.
[26] Ibid., hlm. 162-163
[27] Ibid., hlm. 163-164
[28] Ibid., hlm 167
[29] Ibid.
Komentar
Posting Komentar