DINAMIKA KEBUDAYAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN


DINAMIKA KEBUDAYAAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN



MAKALAH












AGUNG FAHMI
KHARISMA ENDAH AP
KORINA ROSIFA
FITRI AMALIYA
5B



Makalah yang ditulis untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Antropologi Pendidikan




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PEMALANG

2016

KATA PENGANTAR
            Dengan iringan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat, Taufiq, dan Hidayah – Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Antropologi Pendidikan dengan sebaik-baiknya.
            Makalah ini kami susun dengan berdasarkan beberapa buku. Makalah ini berisi mengenai Dinamika Kebudayaan dalam Konteks Pendidikan.
            Dengan memuji kepada Allah SWT yang dengan bantuan dan hidayah – Nya telah memberikan pertolongan kepada kami, sehingga kami dapat menyusun makalah ini, yang dapat menghilangkan kesulitannya dan mudah memahaminya.
            Tak lupa pula kami haturkan banyak terimakasih kepada semua pihak, terutama dosen pengampu mata kuliah Antropologi Pendidikan yang telah membimbing.
            Kami sangat berterima kasih kepada para pembaca yang budiman atau siapa saja yang memberikan kritik dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan hasil makalah ini. Dan semoga usaha yang tak seberapa dan sekecil ini senantiasa mendapatkan Ridha Allah SWT serta bermanfaat sebagaimana harapan semua.
Pemalang, 14 September 2016



















DAFTAR ISI

JUDUL ~ i
KATA PENGANTAR ~ ii
DAFTAR ISI ~ iii

BAB I
PENDAHULUAN ~ 1
A.    Latar Belakang ~ 1
B.     Rumusan Masalah ~ 2
C.     Tujuan Penulisan ~ 2

BAB II
PEMBAHASAN ~ 3
A.    Konsep-Konsep Dinamika Kebudayaan ~ 3
B.     Teori-Teori Kebudayaan ~ 4
C.     Pendidikan sebagai Kebudayaan ~ 5
D.    Pendidikan dan Globalisasi ~ 7
E.     Tantangan Pembangunan Bidang Pendidikan ~ 8

BAB III
PENDUTUP ~ 11
A.    Kesimpulan ~ 11
B.     Saran ~ 12

DAFTAR PUSTAKA ~ 13








BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Mengapa kebudayaan berubah? Menurut Haviland (1993:250-251) kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa adanya kemampuan itu, kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang berubah.  Semua kebudayaan pada suatu waktu pasti berubah karena bermacam-macam sebab, salah satu sebabnya asalah peubahan lingkungan yang dapat menuntut perubahan yang bersifat adaptif. Kemampuan berubah merupakan sifat penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa perubahan, kebudayaan tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah.[1]
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat yang sangat komplek, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.[2]
Apabila yang dimaksud kebudayaan itu adalah segala yang diciptakan, segala yang dikarsakan dan segala yang dirasakan oleh manusia (Harsono, 1984: 113), maka segalanya itu harus merupakan hasil dari pendidikan dan bukan merupakan hasil dari keturunan biologis. Oleh sebab itu yang dapat dipelajari secara social adalah pengrtian-pengertian yang bersifat abstrak dan dapat dinyatakan, bahkan dapat diwujudkan dalam bentuk lambing dan tanda. Kebudayaan terjabarkan dari komponen-komponen biologi, psikologi, dan sosiologi dari eksistensi manuia, kebudayaan terstruktur, kebudayaan terbagi kedalam aspek-aspek, kebudayaan bersifat dinamis, dan nilai-nilai kebudayaan bersifat realtif.[3]

B.     Rumusan Masalah
Dalam suatu karangan ilmiah haruslah disusun secara sistematis dan runtut sesuai dengan ketentuan yang ada. Maka dari itu perlu untuk menyusun suatu rumusan masalah yang menjadi batu pijakan untuk pembahasan pada makalah ini. Adapun rumusan masalah tersebut ialah sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep-konsep dinamika kebudayaan?
2.      Apa saja teori-teori kebudayaan itu?
3.      Bagaimana pendidikan sebagai kebudayaan?
4.      Bagaimana kaitan antara pendidikan dan globalisasi?
5.      Apa saja tantangan pembangunan bidang pendidikan?

C.    Tujuan Penulisan
Adanya suatu diskusi dalam kelas yang kita lakukan sudah barang tentu semuanya mempunyai tujuan masing-masing dan boleh jadi tujuan tersebut berbada atau pun sama. Sedang pembelajaran pada saat ini yaitu dengan judul “Dinamika Kebudayaan Dalam Konteks Pendidikan” mempunyai beberapa tujuan diantaranya adalah :
1.      Untuk mengetahui konsep-konsep dinamika kebudayaan.
2.      Untuk mengetahui teori-teori kebudayaan.
3.      Untuk mengetahui pendidikan sebagai kebudayaan.
4.      Untuk mengetahui pendidikan dan globalisasi.
5.      Untuk mengetahui tantangan pembangunan bidang pendidikan.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep-Konsep Dinamika Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (1996: 142) semua konsep yang kita perlukan untuk menganalisa proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan disebut dengan dinamika sosial. Beberapa konsep tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Proses belajar kebudayaan sendiri
Proses internalisasi. menurut Koentjaraningrat (1996: 142-143) proses internalisasi adalah proses yang berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu mulai dari ia dilahirkan sampai akhir hayatnya.[4]
Proses sosialisasi. Talcott Parson (dalam Koentjaraningrat, 1996: 143-145) menggambarkan proses mengenai kebudayaan sebagai bagian dari proses sosialisasi individu. Semua pola tindakan inividu-individu yang menempati berbagai kedudukan dalam masyarakatnya yang dijumpai seseorang dalam kehidupannya sehari-hari semenjak ia dilahirkan, dicerna olehnya sehingga individu tersebut pun akan menjadikan pola-pola tindakan tersebut sebagai bagian dari kepribadiannya.[5]
Proses Enkulturasi. Sebagaimana dikatakan Koentjaraningrat (1996: 145-147) bahwa proses enkulturasi adalah proses menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adapt, sitem norma, dan semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. Proses ini telah dimulai sejak awal kehidupan, yaitu dalam lingkungan keluarga, dan kemudian lingkungan yang semakin lama semakin luas.[6]
2.      Evolusi kebudayaan dan difusi
Evolusi kebudayaan. Evolusi kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1996: 142) adalah proses perkembangan kebudayaan umat manusia mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang sederhana sampai yang semakin lama semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan proses difusi, yaitu penebaran kebudayaan-kebudayaan yang terjadi bersamaan perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi ini.[7]
Difusi. Menurut Haviland (1993: 257) difusi adalah penyebaran dapat atau kebiasaan dari kebudayaan yang satu ke kebudayaan yang lain[8]
3.      Akulturasi dan asimilasi
Akulturasi. Menurut Koentjaraningrat (1996: 155) adalah istilah dalam sosiologi yang memiliki berbagai makna, yang kesemuanya itu mencakup konsep mengenai proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan kepada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan tersebut.[9]
Asimilasi. Menurut Koentjaraningrat (1996: 160) adalah suatu proses social yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda setelah mereka bergaul secara insentif, sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan golongan-golongan itu masing-masing berubah menjadi unsur kebudayaan campuran.[10]
4.      Proses pembauran atau inovasi
Inovasi adalah suatu proses pembauran dari penggunaan sumber-sumber alam energy dan modal serta penataan kembali dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru, sehingga terbentuk suatu sistem produksi baru dari produk-produk baru. Dengan demikian inovasi adalah pembauran unsur teknologi dan ekonomi dari kebudayaan Koentjaraningrat (1996: 161).[11]
B.     Teori-Teori Kebudayaan
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli dikemukakan bahwa terdapat tiga pandangan tentang kebudayaan, yakni:
1.      Superorganik. Kebudayaan adalah realitas super dan ada di atas dan di luar pendukung individualnya dan kebudayaan memiliki hokum-hukumnya sendiri. Inti pandanga superorganik adalah kebudayaan merupakan sebuah kenyataan sui generis, karena itu mesti dijelaskan dengan hukum-hukumnya sendiri.[12]
2.      Konseptualis. Kebudayaan bukanlah suatu entitas sama sekali, tetapi sebuah konsep yang digunakan antropolog untuk menghimpun/ meunifikasikan serangkaian fakta-fakta yang terpisah-pisah. Menurut kaum konseptualis pada akhirnya semua kebudayaan mesti diterangkan secara social psikologis. Kebudayaan bukan dihasilkan dari kekuatan super human karena kebudayaan mendapatkan semua kualitas dari kepribadian dan interaksi dari kepribadian.[13]
3.      Realis. Kebudayaan adalah kedua-duanya, yaitu sebuah konsep dan entitas empiris. Kebudayaan adalah konsep dimana ia bangunan dari antropologi dan kebudayaan sebuah entitas empiris yang menunjukkan cara mengorganisir fenomena-fenomena. Beberapa antropolog mempertahankan bahwa kebudayaan merupakan konsep dan realita yang ebrbentuk konstruk, bukan sebagai satu entitas yang bisa diamati tapi nyata karena tidak berbeda dalam mengamatinya. Menurut kaum realis terhadap pendidikan adalah dengan menanamkan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan tertentu yang dipilih kebudayaan maka sistem pendidikan akan melatih individu untuk merubah kebudayaannya.[14]

C.    Pendidikan sebagai Kebudayaan
Persoalan pendidikan yang rumit memicu berbagai tingkat dalam berbagai cara mengenai pentingnya masalah pendidikan hingga para filsuf pertama mengembangkan teori-teori formal yang mengaitkan pendidikan dengan konsepsi politik serta hakikat manusia, ditingkat yang kurang formal orang tua bertanggung jawab mengembangkan prinsip pengasuhan anak dalam masyarakat serta nilai-nilai anak di masa depan sebagai individu dan warganegara. Kedua masalah ini mempunyai konflik yang khusus di masyarakat yang kompleks menurut cara-cara formal untuk menyalurkan perbaharuan tentang kebudayaan serta pentingnya meneliti fungsi pendidikan dalam kebudayaan.[15]
Secara prinsip dapat dikatakan bahwa pendidikan mempunyai beberapa unsur pokok, diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Guru yang merupakan agen utama yang bertujuan mengarahkan dan memikul tanggung jawab terhadap proses pendidikan. (2) Murid yang menjadi objek upaya pendidikan, yang perilakunya diubah dan dimodifikasi. (3) Bahan pengajaran pengetahuan yang ditanamkan kepada murid. (4) Tujuan, sasaran, cita-cita dan hasil akhir yang diharapkan dari proses pendidikan akhir.[16] Sasaran pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yang baik. Konsep utama kebudayan yang merupakan nilai-nilai masyarakat yang maju yang tetap bertahan meski dengan berbagai kritikan-kritikan yang klaim saling bertentangan, kebudayaan tampil sebagai lumbung dan nilai-nilai yang besar. Pendidikan merupakan jalan pembebasan-pembebasan individu dari prasangka-prasangka dan merupakan proses pembebasan individu agar berimprovisasi secara kreatif melalui pemahaman.[17]
Tugas-tugas pokok guru adalah mencari cara bagaimana menjadikan pengetahuan atau bahan pelajaran pendidikan bermakna bagi murid sehingga persekolahan bermakna bagi siswa. Kebanyakan teori pendidikan menyerahkan tugas-tugas pada guru, tapi dalam skema pendidikan setiap tugas mempunyai arti khusus, karena ia menolak bahwa belajar merupakan suatu hal yang wajib yang ditanamkan diluar individu atas dasar takut akan hukuman.[18]
Teori pendidikan yang konvensional yang lain tidak memberi peran sebesar ini pada guru menurutnya guru tidak hanya mengajarkan bahan-bahan secara tradisional yang telah diketahuinya tapi seorang guru dituntut memahami nilai-nilai masyarakat pada saat proses belajar berlangsung. Tugas pendidik bukan hanya menyiapkan kurikulum yang mencerminkan kebudayaan semu yang dijalin dengan prasangka atau konsepsi-konsepsi arti fisial para teoritis yang bersifat abstrak.[19]
D.    Pendidikan dan Globalisasi
Saat ini, otonomisasi pendidikan telah menjadi focus utama reformasi pendidikan nasional seiring dengan ditetapkannya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dengan Undang-undang ini setiap institusi pendidikan dituntut untuk mandiri alias otonom dalam menentukan dan menyelenggarakan program pendidikan. Berkenaan dengan kebijakan  otonomisasi ini, yang paling merasakan dampaknya adalah sekolah yang secara kelambagaannya belum kuat. Umumnya, mereka menemui kendala finansial untuk menjemput era otonomi pendidikan, manajemen yang kurang tertata rapid an inefisien, kualitas SDM pengelolanya masih rendah, sehingga tujuan pencerdasan bangsa melalui pencerdasan siswanya menjadi kurang optimal.[20]
Peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat mensupport rencana induk pengembangan pendidikan ke depan yang menitikberatkan pada peningkatan mutu para lulusannya, profesionalisasi manajemen sekolah, dan peningkatan sumber daya pengelola sekolah. Mencermati pengembangan pendidikan, ada beberapa permasalahan yang harus segera ditemukan solusinya. Sebagai berikut : (1) Masih lemahnya kapasitas kelembagaan di lingkungan sekolah dalam memahami dan menerapkan sitem pendidikan nasional. (2) Tingkat wawasan pengelola dan penyelenggara pendidikan di sekolah relative masih rendah. (3) Pembinaan yang kurang intensif. (4) Diperlukan pendidikan model yang menjadi unggulan pendidikan.[21]
Tantangan pendidikan masa depan, trampil dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sekolah, globalisasi memprasyaratkan persiapan sumber daya manusia yang berkualitas, tentunya dengan tingkat penguasaan sains dan tekhnologi yang mumpuni, terutama tekhnologi komunikasi, dan dengan pembekalan basic moralitas yang tergali dari kearifan tradisi-kultural dan nilai-nilai doctrinal agama yang kuat. Saat ini bangsa kita berada di tengah pentas kompetisi global, bangsa kita pada wilayah pinggiran, hanya menjadi penonton dari hiruk-pikuknya percaturan negara-negara secara global di berbagai dimensi kehidupan. Ketidak siapan kualitas SDM dan moral dalam kancah globalisasi, menimbulkan ekses negative baik secara politik, ekonomi maupun budaya. Di sinilah, sekali lagi, bahwa pendidikan menjadi agenda prioritas kebangsaan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi untuk diperbaiki seoptimal mungkin.[22]
E.     Tantangan Pembangunan Bidang Pendidikan
Pendidikan nasional dewasa ini dihadapkan pada beberapa permasalahan, yaitu : masih rendahnya pemerataan pemerolehan pendidikan; masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan masih lemahnya manajemen pendidikan. Arah kebijakan pembanguna pendidikan pada program pembangunan nasional adalah : (1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya menusia Indonesia yang berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan yang berarti; (2) Meningkatkan kemampuan akademik dan professional serta meningkatkan kesejahteraan tenaga kependidikan, sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan. (3) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum. Berupa deversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan local sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara nasional. (4) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. (5) Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen. (6) Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan dengan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk menetapkan sitem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi ilmu perkembanga ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. (7) Mengembangkan kualitas sumber daya sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya. (8) Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.[23]
Dunia pendidikan Indonesia masih belum bisa bersaing dan menghasilkan mutu yang sesuai dengan harapan. Bahkan untuk bisa melangkah maju dan mengembangkan sistem pendidikan pun tampaknya masih terkendala oleh berbagai faktor. Padahal, anggaran pendidikan saat ini sudah besar. Akan tetapi, dugaan kecurangan dan bentuk penyelewengan pun masih sering terjadi, baik dalam penerimaan siswa/mahasiswa baru, maupun bentuk lainnya. Pendidikan belum mampu membentuk manusia seutuhnya.[24]
Perubahan kurikulum pendidikan yang menjadi persoalan rutin setiap pergantian kepemimpinan, kurikulum dijadikan produk pemerintahan tertentu bukan lahir dari akar budaya sendiri, yang lebih ironis lagi kurikulum pendidikan mengacu/mengkiblat kepada pendidikan negara lain yang belum tentu cocok dengan corak dan karakteristik bangsa Indonesia.[25]
Angin perubahan datang ketika gerakan penggulingan kekuasaan yang dilakukan oleh mahasiswa mampu menurunkan rezim pemerintahan Suharto, yang kemudian dikenal dengan istilah reformasi. Seiring dengan perubahan yang terjadi di pemerintahan, berakibat juga pada dunia pendidikan nasional Indonesia. Eforia perubahan pendidikan bisa jadi akan berakibat baik bagi pendidikan Indonesia atau malah menjadi persoalan baru dunia pendidikan nasional ketika eforia perubahan suadah meninggalkan semangat reformasi tahun 1998.[26] Dalam perjalanan perkembangan pendidikan pada era reformasi melahirkan beberapa hal, diantaranya : (1) Masyarakat pendidikan tersadar bahwa SDM produk dari sistem pendidikan nasional kita tidak bisa bersaing dalam persaingan global sehingga kita hanya bisa mengekspor tenaga kerja PRT, sebaliknya tenaga skill pun di dalam negeri harus bersaing dengan tenaga skill dari luar. Problemnya, output pendidikan yang bermutu itu baru dapat dinikmati 20-25 tahun kemudian. (2) Dibutuhkan keputusan politik dan kemauan politik yang sungguh-sungguh untuk mengubah sistem pendidikan di Indonesia menjadi pembangun budaya bangsa.[27]
Pendidikan diabad pengetahuan menuntut adanya manajemen pendidikan yang modern dan professional dengan bernuansa pendidikan. Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf, proses belajar mengajar, pengembangan staf,  kurikulum, tujuan dan harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok pemnampilan guru yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang, keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin, profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin.[28]
Menurut Makagiansar (1996) memasuki abad 21 pendidikan akan mengalami pergeseran perubahan paradigm yang meliputi pergeseran paradigm : (1) dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat, (2) dari belajar berfokus penguasaan pengetahuan ke belajar holistic, (3) dari citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke citra hubungan kemitraan, (4) dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan focus pendidikan nilai, (5) dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya dan computer, (6) dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja, (7) dari konsentrasi eksklusif pada kompetisi ke orientsi kerja sama. Dengan memperhatikan pendapat ahli tersebut nampak bahwa pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan yang bersifat kompetitif.[29]





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Menurut Koentjaraningrat (1996: 142) semua konsep yang kita perlukan untuk menganalisa proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan disebut dengan dinamika sosial. Beberapa konsep tersebut antara lain sebagai berikut: Proses belajar kebudayaan sendiri, evolusi kebudayaan dan difusi, akulturasi dan asimilasi, proses pembauran atau inovasi.
Berdasarkan berbagai pendapat para ahli dikemukakan bahwa terdapat tiga pandangan tentang kebudayaan, yakni: Superorganik. konseptualis. realis.
Sasaran pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yang baik. Konsep utama kebudayan yang merupakan nilai-nilai masyarakat yang maju yang tetap bertahan meski dengan berbagai kritikan-kritikan yang klaim saling bertentangan, kebudayaan tampil sebagai lumbung dan nilai-nilai yang besar. Pendidikan merupakan jalan pembebasan-pembebasan individu dari prasangka-prasangka dan merupakan proses pembebasan individu agar berimprovisasi secara kreatif melalui pemahaman.
Peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat mensupport rencana induk pengembangan pendidikan ke depan yang menitikberatkan pada peningkatan mutu para lulusannya, profesionalisasi manajemen sekolah, dan peningkatan sumber daya pengelola sekolah. Tantangan pendidikan masa depan, trampil dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sekolah, globalisasi memprasyaratkan persiapan sumber daya manusia yang berkualitas, tentunya dengan tingkat penguasaan sains dan tekhnologi yang mumpuni, terutama tekhnologi komunikasi, dan dengan pembekalan basic moralitas yang tergali dari kearifan tradisi-kultural dan nilai-nilai doctrinal agama yang kuat.
Pendidikan nasional dewasa ini dihadapkan pada beberapa permasalahan, yaitu : masih rendahnya pemerataan pemerolehan pendidikan; masih rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan; dan masih lemahnya manajemen pendidikan. Perubahan kurikulum pendidikan yang menjadi persoalan rutin setiap pergantian kepemimpinan, kurikulum dijadikan produk pemerintahan tertentu bukan lahir dari akar budaya sendiri, yang lebih ironis lagi kurikulum pendidikan mengacu/mengkiblat kepada pendidikan negara lain yang belum tentu cocok dengan corak dan karakteristik bangsa Indonesia.
B.     Saran
Dalam penyusunan makalah yang sangat sederhana ini tentunya banyak kekurangan dan kekeliruan, yang menjadi sorotan adalah bagaimana makalah ini dapat disusun setidaknya mendekati kata sempurna dan dapat mencakup substansi materi yang ingin disampaikan sehingga tujuan pembelajaranpun dapat terpenuhi.Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun tentunya sangat mengharapkan segala saran,kritik dan pengayaan yang bersifat membangun dan dapat diberikan landasan pijakan dari teori yang akan kami tambahkan demi kesempurnaan penyusunan yang akan datang.




















DAFTAR PUSTAKA
Rasimin. 2011. Antropologi Pendidikan. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Rasimin. 2014.  Antropologi Pendidikan: Pendekatan Sosial Budaya. Salatiga: STAIN Salatiga Press.


[1] Rasimin, Antropologi Pendidikan, Mitra Cendikia, Yogyakarta, 2011, hlm. 79
[2] Ibid., hlm. 92
[3] Rasimin, Antropologi Pendidikan: Pendekatan Sosial Budaya, STAIN Salatiga Press, Salatiga, 2014, hlm. 96
[4] Rasimin, Antropologi Pendidikan, Mitra Cendikia, Yogyakarta, 2011, hlm. 82
[5] Ibid.
[6] Ibid., hlm. 83
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid., hlm 84
[10] Rasimin, Antropologi Pendidikan: Pendekatan Sosial Budaya, STAIN Salatiga Press, Salatiga, 2014, hlm. 86-87
[11] Ibid., hlm. 87
[12][12] Ibid., hlm. 149
[13] Ibid., hlm. 150
[14] Ibid., hlm 151
[15] Ibid.
[16] Ibid., hlm. 152
[17] Ibid.
[18] Ibid., hlm. 153
[19] Ibid.
[20] Ibid., hlm. 155
[21] Ibid., hlm. 156
[22] Ibid.
[23] Ibid., hlm. 158-159
[24] Ibid., hlm. 161
[25] Ibid.
[26] Ibid., hlm. 162-163
[27] Ibid., hlm. 163-164
[28] Ibid., hlm 167
[29] Ibid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOSIOLOGI PENDIDIKAN : PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN SIGNIFIKANSI SOSIOLOGI PENDIDIKAN

CERPEN BUKA PUASA BERSAMA (SAVE TIME WITH MY BEST FRIEND)